BERITA KEGIATAN DESA PAKUWESI Peran Aktif Desa Pakuwesi dalam Rapat Pembahasan Adopsi Anak (CAA dan COTA)
Kecamatan Curahdami, Kabupaten Bondowoso — Juli 2025
Desa Pakuwesi Kecamatan Curahdami menunjukkan komitmennya dalam perlindungan anak dan pemberdayaan keluarga melalui partisipasi aktif dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Proses Adopsi Anak yang dilaksanakan di Kantor Kecamatan Curahdami, Kabupaten Bondowoso. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Kabupaten Bondowoso dengan nomor: 400.9.3/1400/430.9.7/2025, yang menginstruksikan agar seluruh desa turut serta memahami dan melaksanakan prosedur Child Adoption Assessment (CAA) dan Calon Orang Tua Angkat (COTA) secara tepat sesuai hukum yang berlaku.
Dalam Pembukaan dan pemaparan singkat tentang Urgensi dari Sosialisasi Adopsi Anak ini, Plt. Camat Curahdami Guruh Purnama Putra, S.STP, M.Si, menegaskan bahwa proses adopsi anak tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ada mekanisme legal dan prosedur yang jelas yang harus diikuti oleh semua pihak, khususnya melalui dua skema utama: Calon Anak Angkat (CAA) dan Calon Orang Tua Angkat (COTA).
"Adopsi bukan hanya soal niat baik mengasuh anak. Ini menyangkut masa depan anak, identitas, hak sipil, serta perlindungan hukum baik bagi anak maupun orang tua angkat," ujar Bapak Guruh. - Guruh Purnama Putra, S.STP, M.Si
Urgensi Memahami Proses Adopsi yang Legal
Pemateri dari Dinas Sosial Kabupaten Bondowoso, Roni, menekankan bahwa prosedur adopsi harus memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. Proses ini meliputi:
-
Penilaian kelayakan COTA (Calon Orang Tua Angkat) oleh pekerja sosial profesional,
-
Persetujuan dari Dinas Sosial dan pengadilan negeri,
-
Masa pengasuhan sementara, dan
-
Penerbitan akta kelahiran baru bagi anak angkat secara legal.
Dampak Negatif Jika Tidak Dipahami
Beliau menguraikan sejumlah dampak negatif yang sangat merugikan apabila proses adopsi dilakukan tanpa pemahaman atau tanpa mengikuti prosedur hukum:
-
Status hukum anak tidak jelas, terutama terkait warisan, hak asuh, dan akta kelahiran.
-
Potensi eksploitasi anak, termasuk risiko perdagangan anak jika tidak melalui pemantauan yang sah.
-
Konflik keluarga di masa depan, terutama jika identitas anak ditutupi atau tidak terbuka.
-
Sanksi hukum, baik administrasi maupun pidana, terhadap pihak yang melakukan adopsi secara ilegal.
"Tanpa memahami CAA dan COTA, anak bisa menjadi korban. Bukan hanya dari aspek hukum, tapi juga psikologis dan sosial," tegasnya.
Tujuan dan Fokus Rapat
Rapat ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada perangkat desa se-Kecamatan Curahdami, termasuk Desa Pakuwesi, mengenai:
1. Prosedur pengajuan adopsi anak (CAA) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Persyaratan dan seleksi Calon Orang Tua Angkat (COTA).
3. Peran desa dalam pengawasan dan rekomendasi sosial terhadap calon keluarga angkat.
4. Pencegahan praktik adopsi ilegal dan perlindungan hak anak yang diadopsi.
Kepala Desa Pakuwesi, bersama unsur perangkat desa dan kader perlindungan anak tingkat desa (PATD), hadir langsung dan menyampaikan komitmennya untuk menjalankan pengawasan sosial dalam setiap proses adopsi yang melibatkan warganya.
Dasar Hukum yang Ditekankan
Beberapa regulasi dan dasar hukum yang menjadi acuan dalam rapat tersebut antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014)
Pasal 39 Ayat (1): "Adopsi anak hanya dapat dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan."
Pasal 39 Ayat (2): "Adopsi anak tidak memutus hubungan darah antara anak yang diadopsi dengan orang tua kandungnya."
2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
Pasal 2 Ayat (1): "Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak dan berdasarkan adat kebiasaan setempat serta harus dilakukan melalui prosedur hukum yang berlaku."
Pasal 12: Mengatur bahwa pengangkatan anak dilakukan melalui keputusan pengadilan setelah adanya rekomendasi dari instansi sosial.
3. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak
Mengatur secara teknis mengenai CAA (Child Adoption Assessment), kriteria COTA, serta tata cara penilaian kelayakan orang tua angkat oleh pekerja sosial.
4. UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,
Menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dan pengasuhan yang layak dalam rangka kesejahteraan sosial.
Peran Desa dalam Proses Adopsi
Dalam rapat ini, Desa Pakuwesi ditekankan untuk:
Memberikan rekomendasi sosial awal terhadap calon orang tua angkat yang berdomisili di desa.
Mendampingi pekerja sosial dari Dinas Sosial dalam verifikasi kondisi keluarga dan lingkungan.
Mencatat dan melaporkan proses adopsi kepada pihak kecamatan dan dinas sosial.
Mendorong edukasi masyarakat untuk memahami perbedaan antara adopsi resmi dan pengasuhan informal, guna menghindari pelanggaran hukum.
Komitmen Desa Pakuwesi
Pemerintah Desa Pakuwesi mendukung penuh upaya pemerintah dalam mewujudkan adopsi anak yang legal, aman, dan menjunjung tinggi hak-hak anak. Kepala Desa Pakuwesi menyampaikan bahwa pihaknya akan membentuk Tim Perlindungan Anak Desa dan melakukan koordinasi lintas sektor bersama BPD, PKK, dan LPMD, agar proses adopsi dapat dilakukan secara profesional dan sesuai peraturan perundang-undangan.
Rapat ini ditutup dengan kesepakatan bersama antar desa se-Kecamatan Curahdami untuk menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) Pendampingan Adopsi Anak di Tingkat Desa, dengan pendampingan langsung dari Dinas Sosial Kabupaten Bondowoso.